Monday 11 March 2013

KLIMATOLOGI

Klimatologi merupakan ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat dan macam iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda dan bagaimana kaitannya antara iklim dengan aktivitas manusia.
Dengan kata lain klimatologi adalah ilmu yang mempelajari jenis iklim di muka bumi dan faktor penyebabnya.

Konsep dasar klimatologi, yaitu :
·         Atmosfer, daratan dan perairan sebagai penunjang kehidupan di bumi dan ruang aktivitas gerak.
·         Radiasi surya sebagai sumber utamaenergi kehidupan
·         Bumi berotasi terhadap matahari menyebabkan terjadinya siang dan malam dengan gejala fisik atmosfer yang berbeda.
·         Revolusi bumi menyebabkan perubahan kedudukan arah dari matahari membentuk pola bulan demi bulan dalam periode siklus tahunan.

Cuaca dan Iklim merupakan susunan nilai unsur fisika atmosfer yang terdiri dari :
-          Radiasi matahari
-          Lama penyinaran matahari
-          Suhu udara
-          Kelembaban udara
-          Kecepatan dan arah angin
-          Penutupan awan
-          Persipitasi
-          Evaporasi evapotranspirasi

CUACA
Merupakan nilai sesaat dari atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek (1-24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi.
Nilai tersebut dalam 24 jam membentuk pola siklus yang disebut perubahan cuaca diurnal (perubahan cuaca yang normal). Nilai rata-ratanya menghasilkan cuaca tanggal tersebut.
Harus melakukan pencatatan terus menerus pada jam-jam tertentu secara rutin, sehingga menghasilkan suatu data yang dapat digunakan untuk menentukan iklim.

IKLIM
Merupakan sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur cuaca (hari-bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat.
Data iklim terbentuk dari data cuaca yang representatif tentang atmosfer suatu tempat yang luas dan dalam jangka waktu sepanjang mungkin.

Sunday 10 March 2013

ILMU TANAH


Pendahuluan
Tanah dalam pertanian merupakan media tumbuhya tanaman darat.
Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa baha organisme (vegetasi dan hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Selain itu, di dalam tanah juga terdapat udaradan air.
Tanah dalam defenisi ilmiah merupakan kumpulan dari benda alam di permukaan bumi tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahkan bahan organik air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman.
Lahan (land) meliputi tanah beserta faktor fisik lingkungannya seperti lereng, hidrologi, iklim, dsb.
Pedologi merupakan ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah besertafaktor-faktor pembentuknya, klasifikasi tanah, survei tanah dan cara-cara pengamatan tanah di lapangan.
Edaphologi mempelajari tanah dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, yaitu tanah sebagai alat produksi pertanian/kehutanan.

Bahan penyusun tanah, terdiri dari :
Tanah lapisan atas
-          Bahan mineral : 45%
-          Bahan organik : 5%
-          Udara              : 20-30%
-          Air                   : 20-30%
Komposisi bahan jumlahnya berbeda untuk setiap lapisan dan jenis tanah berbeda.

Bahan mineral
Sumber : pelapukan batuan. Susunan mineral di tanah berbeda sesuai dengan susunan mineral dalam batuan yang lapuk.

Jenis batuan :
a.       Batuan Beku/Vulkanik (dari gunung api) banyak mengandung unsur hara, berwarna hitam, lebih subur.
b.      Batuan Endapan/Sedimen,diendapkan berjuta-juta tahun, rendah kadar unsur hara.
c.       Batuan metamorfosa, batuan beku tau metamorfosa yang karena suhu dan tekanan menjadi berubah bentuk, rendah kadar unsur hara, banyak mengandung kalsium.


Bahan mineral menurut ukurannya :
a.      Fragmen Batuan berukuran 2 mm, ukuran horizontalnya lebh kecil dari sebuah pedon. Cth : kerikil, kerakal atau batu.
b.      Fraksi Tanah Halus berukuran <2 mm. Cth : Pasir, debu, liat.

Mineral menurut proses pembentukannya :
-          Mineral Primer, berasal langsung dari pelapukan batuan. Fraksi dari pasir dan debu.
-          Mineral Sekunder, mineral bentukan baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah. Fraksi dari liat.

Bahan Organik
Pengaruh BO terhadap sifat tanah :
-          Sebagai granulator, memperbaiki struktur tanah
-          Sumber unsur hara N, P, S,  unsur mikro
-          Menambah kemampuan tanah menahan air
-          Menambah kemampuan tanah menahan unsur hara
-          Sumber energi bagi mikroorganisme

Pelapukan BO :
BO kasar dihancurkan oleh mikroorganisme menjadi BO halus + humus (resisten)

Penyebaran BO :
Semakin ke lapisan bawah, semakin sedikit BO. Oleh karena itu, top soil perlu dipertahankan.
Pada daerah rawa, BO tebal karena terjadi penumpukan BO yang lebih cepat daripada proses pelapukan.

Friday 8 March 2013

Gajah Sumatera

Nama latin: Elephas maximus sumatrensis

Ciri-ciri Fisik
Gading gajah Sumatera jantan relatif lebih pendek jika dibandingkan sub-species gajah lainnya, sedangkan gajah betina memiliki gading yang sangat pendek dan tersembunyi di balik bibir atas. Ketahanan hidup gajah cenderung berbeda-beda. Gajah-gajah yang dipelihara dengan baik mampu bertahan hidup hingga 70 tahun, sedangkan di alam bebas dengan kondisi ancaman yang tinggi – usianya bisa lebih singkat. Tinggi gajah jantan Sumatra dewasa bisa mencapai antara 1,7 – 2,6 meter.

Gajah Sumatera adalah salah satu dari sub-spesies gajah Asia dan semua gajah Asia digolongkan sebagai satwa terancam punah (endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Gajah Sumatera menghadapi ancaman serius berupa aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, pembunuhan akibat konflik dan perburuan. Kelangsungan hidup populasi gajah ini dalam jangka panjang terancam oleh cepatnya konversi hutan menjadi perkebunan dan tanaman komersial. Saat ini populasi gajah Sumatera adalah antara 2,400 – 2,800 ekor.

Gajah Sumatera merupakan ‘spesies payung’ bagi habitatnya dan mewakili keragaman hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup. Artinya konservasi satwa besar ini akan membantu mempertahankan keragaman hayati dan integritas ekologi dalam ekosistemnya, sehingga akhirnya ikut menyelamatkan berbagai spesies kecil lainnya. Dalam satu hari, gajah mengonsumsi sekitar 150 kg makanan dan 180 liter air dan membutuhkan areal jelajah hingga 20 kilometer persegi per hari. Biji tanaman dalam kotoran mamalia besar ini akan tersebar ke seluruh areal hutan yang dilewatinya dan membantu proses regenerasi hutan alam.

Ancaman
Ancaman utama bagi gajah Sumatera adalah hilangnya habitat mereka akibat aktivitas penebangan hutan yang tidak berkelanjutan dan disusul akibat perburuan dan perdagangan liar. Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah dengan laju deforestasi hutan terparah di dunia dan populasi gajah berkurang lebih cepat dibandingkan jumlah hutannya. Penyusutan atau hilangnya habitat satwa besar ini telah memaksa mereka masuk ke kawasan berpenduduk sehingga memicu konflik manusia dan gajah, yang sering berakhir dengan kematian gajah dan manusia, kerusakan lahan kebun dan tanaman dan harta benda.

Dalam seperempat abad terakhir ini estimasi populasi gajah Sumatera di Propinsi Riau, yang telah lama menjadi benteng populasi gajah, menurun sebesar 84% hingga tersisa sekitar 210 ekor saja di tahun 2007. Jika kecenderungan ini terus berlanjut dan dua lansekap hutan luas yang masih tersisa, Tesso Nilo dan Bukit Tigapuluh, tidak dilindungi maka populasi gajah Riau tidak akan bertahan lebih lama lagi dan akan mengalami kepunahan lokal.

Pengembangan industri pulp dan kertas serta industri kelapa sawit adalah salah satu pemicu hilangnya habitat gajah di Sumatera. Pembangunan perkebunan sawit mendorong terjadinya konflik manusia-satwa yang semakin hari kian memuncak. Pohon-pohon sawit muda adalah makanan kesukaan gajah dan kerusakan yang ditimbulkan gajah ini dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan (umumnya dengan peracunan) dan penangkapan. Ratusan gajah mati atau hilang di seluruh Propinsi Riau sejak tahun 2000 sebagai akibat berbagai penangkapan satwa besar yang sering dianggap ‘hama’ ini.

Melindungi kawasan hutan yang tersisa merupakan hal yang sangat penting agar kelangsungan hidup populasi gajah Sumatera dapat terus berlanjut. Koridor-koridor satwa liar dalam kawasan hutan harus dipertahankan atau diciptakan kembali sehingga dapat menyediakan wilayah yang aman bagi gajah untuk memperoleh sumber-sumber makanan baru dan berkembang biak.

HARIMAU SUMATERA

Nama Latin: Panthera tigris sumatrae
Harimau Sumatera merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered). Jumlah populasinya di alam bebas hanya sekitar 400 ekor. Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga.

Harimau Sumatera menghadapi dua jenis ancaman untuk bertahan hidup: mereka kehilangan habitat karena tingginya laju deforestasi dan terancam oleh perdagangan illegal dimana bagian-bagian tubuhnya diperjualbelikan dengan harga tinggi di pasar gelap untuk obat-obatan tradisional, perhiasan, jimat dan dekorasi. Harimau Sumatera hanya dapat ditemukan di pulau Sumatera, Indonesia.

Ciri-ciri Fisik
Harimau Sumatera memiliki tubuh yang relatif paling kecil dibandingkan semua sub-spesies harimau yang hidup saat ini.
Jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 cm dan panjang dari kepala hingga kaki mencapai 250 cm dan berat hingga 140 kg. Harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 cm dan berat hingga 91 kg.
Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.

Ancaman
Harimau Sumatera berada di ujung kepunahan karena hilangnya habitat secara tak terkendali, berkurangnya jumlah spesies mangsa, dan perburuan. Laporan tahun 2008 yang dikeluarkan oleh TRAFFIC – program kerja sama WWF dan lembaga Konservasi Dunia, IUCN, untuk monitoring perdagangan satwa liar – menemukan adanya pasar ilegal yang berkembang subur dan menjadi pasar domestik terbuka di Sumatera yang memperdagangkan bagian-bagian tubuh harimau. Dalam studi tersebut TRAFFIC mengungkapkan bahwa paling sedikit 50 harimau Sumatera telah diburu setiap tahunnya dalam kurun waktu 1998- 2002. Penindakan tegas untuk menghentikan perburuan dan perdagangan harimau harus segera dilakukan di Sumatera.

Populasi Harimau Sumatera yang hanya sekitar 400 ekor saat ini tersisa di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan. Sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Bersamaan dengan hilangnya hutan habitat mereka, harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia dan seringkali dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.

Provinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau Sumatera. Sayangnya, sekalipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus mengalami penurunan hingga 70 persen dalam seperempat abad terakhir. Di Provinsi Riau, saat ini diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau di Riau.

Orangutan Sumatera

Nama latin: Pongo abelii
Orangutan Sumatera adalah jenis orangutan yang paling terancam di antara dua spesies orangutan yang ada di Indonesia. Dibandingkan dengan 'saudaranya' di Borneo, orangutan Sumatera mempunyai perbedaan dalam hal fisik maupun perilaku. Spesies yang saat ini hanya bisa ditemukan di propinsi-propinsi bagian utara dan tengah Sumatera ini kehilangan habitat alaminya dengan cepat karena pembukaan utan uantu perkebunan dan pemukiman serta pembalakan liar.

Terdapat 13 kantong populasi orangutan di pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut kemungkinan hanya tiga kantong populasi yang memiliki sekitar 500 individu dan tujuh kantong populasi terdiri dari 250 lebih individu. Enam dari tujuh populasi tersebut diperkirakan akan kehilangan 10-15% habitat mereka akibat penebangan hutan sehingga populasi ini akan berkurang dengan cepat.

Menurut IUCN, selama 75 tahun terakhir populasi orangutan Sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80%. DAlam kurun waktu 1998 da 1999, laju kehilangan tersebut dilaporkan mencapai sektar 1000 orangutan per tahun dan terdapat di Ekosistem Leuser, salah satu luasan hutan terbesar di bagian utara Pulau Sumatera. Saat ini populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa sekitar 6.500-an ekor (Rencana Aksi dan Strategi Konservasi Orangutan, Dephut 2007) dan dala IUC Red List edisi tahun 2002, orangutan Sumatera dikategorikan Critically Endangered atau sudah sanat terancam kepunahan.

Ciri-ciri Fisik
Kebalikan dari orangutan Borneo, orangutan Sumatera mempunyai kantung pipi yang panjang pada orangutan jantan. Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai 1,5 meter. Beart orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram, sedangkan yang jantan sekitar 50-90 kilogram. Bulu-bulunya berwarna coklat kemerahan.

Jantan dewasa umumnya penyendiri sementara para betina sering dijumpai bersama anaknya di hutan. Rata-rata setiap kelompok terdirid ari 1-2 orangutan dan kedua jenis kelamin mempunyai daya jelajah sekitar 2-10 kilometer yang banyak bertumpang tindih tergantung pada ketersediaan buah di hutan. Setelah disapih pada umur 3,5 tahun, anak orangutn akan berasur-angsur independen dari induknya setelah kelahiran anak yang lebih kecil. Orangutan Sumatera betin mulai berproduksi pada usia 10-11 tahun, dengan rata-rata usia reproduksi sekitar 15 tahun.

Pola Makan
Sekitar 60% makanan orangutan adalah buah-buahan seperti durian, nangka, leci, mangga dan buah ara, sementara sisanya adalah pucuk daun muda, serangga, tanah, kulit pohon dan kadang-kadang telur serta vertebrata kecil. Mereka juga tidak hanya mendapatkan air dari buah-buahan tetapi juga dari lubang-lubang pohon. Orangutan Sumatera diketahui menggunakan potongan ranting untuk mengambil biji buah. Hal ini menunjukkan tingkat intelegensi yang tinggi pada orangutan Sumatera.

Ancaman
Ancaman terhadap populasi orangutan Sumatera mencakup hilangnya habitat hutan yang menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pembukaan jalan, legal dan illegal logging, kebakaran hutan dan perburuan.

Penurunan dan Hilangnya Habitat
Habitat orangutan di Sumatera menghilang dengan sangat cepat. Di Sumatera Utara, diperkirakan tutupan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar di tahun 1985 menjadi 1,6 juta hektar pada 2007. Sebaran orangutan di masa yang lalu diperkirakan hingga ke Sumatera Barat (Yeager, 1999), tetapi saat ini sebaran orangutan di habitat aslinya hanya terdapat di Aceh dan Sumatera Utara serta areal reintroduksi orangutan di perbatasan Jambi dan Riau.

Sebuah rencana untuk membangun jalan besar melalui Ekosistem Leusr di bagian utara Sumatera saat ini mengancam habitat orangutan. Jalan raya ini setidaknya akan memotong Ekosistem Leuser di sembilan tempat dan unit-unit habitat tambahan orangutan di bagian utara yang lebih jauh. Diperkirakanjika jalan raya tersebut dibuat melintasi kawasan hutan, penebangan liar pun akan semakin meluas sehingga meningkatkan ancaman terhadap habitat orangutan Sumatera.

Perburuan
Meskipun telah dilindungi oleh hukum di Indonesia sejak 1931, perdagangan liar orangutan untuk dijadikan hewan peliharaan merupakan salah satu ancaman terbesar bagi satwa langka ini. Saat ini di beberapa lokasi di sumatera utara dilaporkan telah terjadi konflik antara orangutan dan manusia akibat adanya embukaan hutan alam untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di habitat atau wilayah jelajah orangutan. Akibat fatal biasanya menimpa orangutan.

Program Konservasi Orangutan Sumatera

Latar Belakang
Orangutan sumatra (Pongo abelii) terancam keberadaan populasinya dengan jumlah yang tersisa pada saat ini hanya sekitar 6.600 ekor saja. Oleh karena itu, dengan populasinya semakin menurun, orangutan sumatra diadopsi oleh World Conservation Union (IUCN) ke dalam daftar merah spesies terancam yang mereka keluarkan di bawah kategori Spesies Sangat Terancam Punah (Critically Endangered). Penghancuran massal terhadap hutan hujan tropis yang merupakan habitat mereka menjadi salah satu alasan utama menurunnya jumlah orangutan di alam liar.

Manusia dan aktifitas mereka merupakan ancaman yang serius terhadap keberadaan orangutan sumatera, seperti halnya terhadap banyak spesies hewan lainnya di Indonesia. Habitat alami mereka, hutan hujan tropis terutama yang berada di dataran rendah, terus menyusut hingga batas membahayakan di bawah tekanan pertumbuhan penduduk, sebagai dampak perluasan area pertanian serta pemanfaatan hutan secara berlebihan dan melanggar peraturan. Kebakaran hutan disebabkan metode tebang dan bakar yang terus berlanjut menyebabkan kerusakan hutan yang tidak bisa diukur lagi.

Program Konservasi Orangutan Sumatra (PKOS), atau secara internasional dikenal sebagai Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP)merupakan program kolaborasi yang melibatkan PanEco Swiss,YEL, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dit. Jen PHKA) Kementerian Kehutanan dan Frankfurt Zoological Society (FZS). Program ini memiliki berbagai kegiatan yang melibatkan semua aspek tentang pelestarian orangutan sumatera, antara lain:
Penyelamatan, karantina dan pelepas liaran orangutan yang dipelihara secara illegal
Survei dan pemantauan populasi orangutan sumatera yang masih tersisa
Penelitian tentang pelestarian dan ekologi perilaku orangutan sumatera di alam liar
Pendidikan konservasi dan penyadaran

Tujuan
Upaya-upaya untuk meningkatkan kesempatan bagi orangutan untuk bertahan hidup merupakan tujuan umum di bawah payung PKOS, dengan fokus utama penyitaan, karantina, sosialisasi dan reintroduksi (pelepas liaran) terhadap orangutan sitaan yang sebelumnya dipelihara secara ilegal.

Sejak 1973, orangutan Sumatera yang sebelumnya dipelihara secara illegal sebagai hewan peliharaan, telah berhasil dilepaskan ke lingkungan Taman Nasional Gunung Leuser, di dekat perkebunan desa Bukit Lawang di Sumatera Utara. Meskipun begitu, pada pertengahan tahun ’90-an, peraturan dan regulasi nasional maupun internasional membuat pelepasan liaran orangutan ke beberapa wilayah yang telah dihuni oleh orangutan liar yang sehat telah membuat jumlah populasinya tidak dapat diterima (dikarenakan resiko penularan penyakit dan kelebihan populasi). Tindakan kemudian diambil oleh PanEco dengan melibatkan YEL dalam mendirikan sebuah pusat karantina orangutan di Batu Mbelin, Sibolangit, Sumatera Utara, sebagai pusat pemeriksaan medis bagi orangutan yang sebelumnya dijadikan hewan peliharaan secara ilegal dan, bersama-sama dengan Frankfurt Zoological Society, mendirikan sebuah Pusat Reintroduksi Orangutan di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi, dimana pada saat ini telah berhasil mereintroduksi orangutan sehat yang jumlahnya mencapai 100 ekor.

Selain daripada kegiatan reintroduksi, PKOS juga aktif dalam penelitian, survei dan monitoring terhadap populasi orangutan liar yang tersisa, bekerja untuk meningkatkan perlindungan terhadap sisa habitat orangutan yang tersisa di Sumatera dan meningkatkan pendidikan konservasi dan kesadaran diantara komunitas yang hidup berdampingan dengan habitat orangutan liar. Untuk tujuan tersebut, stasiun rehabilitasi lama yang terletak di tepi sungai Bohorok di kaki Taman Nasional Gunung Leuser direstrukturisasi kembali menjadi pusat pengkajian dan pengamatan orangutan.

Di awal tahun 2011, PKOS bekerja sama dengan Dit.Jen PHKA Kementerian Kehutanan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh meresmikan pusat pelepas liaran orangutan yang berada di dalam kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho atas izin Kementerian Kehutanan dan hingga saat ini telah melepas liarkan sebanyak 14 orangutan yang berasal dari Aceh dan sebelumnya dirawat di pusat karantina Batu Mbelin.

Orangutan Sumatra Terancam Punah


Populasi satwa Orangutan Sumatra (Pongo abelii) terancam punah, akibat perburuan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab maupun akibat semakin menyusutnya hutan yang menjadi habitat hewan yang dilindungi tersebut.
Populasi orangutan mengalami penurunan yang sangat drastis dalam kurun waktu 20 tahun terakhir akibat deforestasi. Kondisi ini menyebabkan Orangutan Sumatra masuk kategori satwa sangat terancam punah di dunia.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh lembaga Indonesia dan lembaga internasional pada periode tahun 2006-2008 telah menyimpulkan hanya beberapa blok hutan alami sebagai habitat satwa itu hanya ada di dua provinsi yakni hutan yang berada di Propinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Salah satu kawasan hutan yang di identifikasi sebagai habitat alami adalah Kawasan Ekosistem Batangtoru atau Hutan Tapanuli, di mana estimasi kawasan ini seluas lebih kurang 140,000 Hektar dan salah satu kabupaten yang memiliki satwa ini adalah Kabupaten Tapanuli Selatan.
Beberapa kantung hutan alami yang terdapat di Tapanuli Selatan seperti hutan batangtoru, hutan Cagar Alam Dolok Sibual buali, Cagar Alam Dolok Sipirok, Suaka Alam Lubuk Raya serta beberapa wilayah hutan lindung hutan produksi yang memegang peranan penting dalam upaya penyediaan habitat alami.
Agar keberadaan orangutan tersebut tidak semakin habis, peran serta pemerintah daerah sangat penting, terutama dalam mengantisipasi perburuan maupun penebangan hutan uang dilakukan masyarakat.

KEHUTANAN

Hutan tropis Indonesia adalah rumah dan persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati dunia yang unik. Keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12 persen species mamalia dunia, 7,3 persen species reptil dan amfibi, serta 17 persen species burung dari seluruh dunia. Diyakini masih banyak lagi spesies yang belum teridentifikasi dan masih menjadi misteri tersembunyi di dalamnya. Sebuah contoh nyata misalnya, data WWF menunjukkan antara tahun 1994-2007 saja ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan Pulau Kalimantan.

Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berdasarkan data FAO tahun 2010 hutan dunia – termasuk di dalamnya hutan Indonesia – secara total menyimpan 289 gigaton karbon dan memegang peranan penting menjaga kestabilan iklim dunia.

Sayangnya kerusakan hutan di tanah air cukup memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.

Kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari baik untuk pengembangan pemukiman, industri, maupun akibat perambahan. Kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan disekitarnya. Contoh nyata yang frekuensinya semakin sering terjadi adalah konflik ruang antara satwa liar dan manusia. Rusaknya hutan habitat satwa liar menyebabkan mereka bersaing dengan manusia untuk mendapatkan ruang mencari makan dan hidup, yang sering kali berakhir dengan kerugian bagi kedua pihak. Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi seluruh makhluk hidup.

Monday 4 March 2013

PEMUPUKAN


Pemupukan merupakan suatu pengaplikasian bahan atau unsur-unsur kimia organik.
Pertumbuhan merupakan pertambahan biomassa dan dapat diukur.
Perkembangan terdapat beberapa fase; genertaif dan vegetatif.
Pemupukan bertujuan untuk memberikan kebutuhan tanaman.

5 (lima) tepat pertumbuhan :
1.          Tepat Jenis; jenis pupuk disesuaikan dengan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
N untuk pertumbuhan vegetatif.
2.   Tepat Dosis; pemberian pupuk harus tepat takarannya, disesuaikan dengan jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman pada setiap fase pertumbuhan tanaman.
Kelebihan atau kekurangan akan mengakibatkan suatu masalah.
3.    Tepat Waktu; harus sesuai dengan masa kebutuhan hara pada setiap fase/umur tanaman, dan kondisi iklim/cuaca.
Misalnya:
-          Pemupukan yang baik jika dilakukan di awal musim penghujan atau akhir musim kemarau.
-          Pengaplikasian sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam 11 siang.
4.      Tepat Cara; cara pengaplikasian pupuk disesuaikan dengan bentuk fisik pupuk, pola tanam, kondisi lahan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
-          Butiran : sebarkan, dalam waktu singkat akan hilang. Fase berikutnya akan kehilangan unsur hara.
-          Tablet/Kapsul : dibenamkan di tanah, karena tumbuhan butuh suplai secara terus-menerus.
-          Lahan yang kasar berkaitan dengan porositas air. Air cepat turun, membawa pupuk.
5.      Tepat Sasaran; tepat pada sasaran yang ingin dipupuk.
-          Jika yang ingin dipupuk  adalah tanaman, maka pemberian pupuk harus berada dalam radius perakaran tanaman, dan sebelum dilakukan pemupukan maka areal pertanaman harus bersih dari gulma-gulma pengganggu. Jika tidak, maka akan ada persaingan.
-          Jika untuk tanah, maka aplikasinya dilakukan pada saat pengelolaan tanah, dan berdasarkan pada hasil analisa kondisi fisik dan kimia tanah.
Mengapa perlu melakukan pemupukan ?
Produktivitas tanah semakin lama akan menurun, sebagai akibat dari faktor-faktor :
1.      Usaha budidaya pertanian
2.      Pengikisan top soil; erosi, hujan, run-off
3.      Pencemaran lingkungan; limbah, daerah bekas tambang
4.      Bencana alam
5.      Pengaruh iklim; tanah kasar, curah hujan tinggi

Faktor produksi dalam usaha tani :
1.      Faktor genetis tanaman; varietas, daya hasil
2.      Faktor lingkungan; cuaca, sistem  pengairan, perkembangan HPT
Faktor tanah; sifat fisik, kimia dan biologi tanah