Saturday 15 June 2013

Bagian-bagian Kayu dan Identifikasi Kayu

Kayu merupakan bagian dari sebatang pohon. Kayu membesar akibat adanya pertumbuhan kambium. Tumbuhan bersifat tahunan, bertambah ke samping, mempunyai lignin, mempunyai pembuluh angkut.
Bagian-bagian kayu:

  1. Kulit luar
  2. Kulit dalam
  3. Kambium
  4. Kayu gubal
  5. Kayu teras
  6. Hati/galih
  • Kulit Luar Kayu bertugas sebagi pelindung bagian dalam kayu dari pengaruh-pengaruh iklim, serangan serangga dn jamur atau secara mekanis.
  • Kambium merupakan jaringan yang berupa lapisan tipis dan bening yang melingkar pada pohon. Bertugas ke arah dalam membentuk kayu, ke arah luar membentuk kulit.
  • Kayu Gubal merupakan bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup dan masih berfungsi. bertugas menyalurkan bahan makanan dari daun ke bagian-bagian pohon yang lain.
  • Kayu Teras merupakan bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang sudah tua dan mati. Berasal dari kayu gubal yang makin lama makin tua danmati, sehingga tidak berfungsi. Hanya bertugas sebagai pengokoh tumbuhnya pohon. lebih awet dan pada umumnya warna kayu lebih tua daripada kayu gubal.
  • Hati merupakan bagian kayu yang berada di pusat pohon. Berasal dari kayu awal, yaitu kayu yang pertama-tama dibentuk oleh kambium dan bersifat rapuh, berupa jaringan gabus.
  • Pori-pori merupakan sel-sel pembuluh kayu yang terpotong, sehingga memberi kesan lobang-lobang kecil (pori-pori). ukurannya berbeda untuk setiap jenis.
  • Lingkaran Tahun/Tumbuh, dimana kondisi pertumbuhan pohon ditwntukan oleh lingkungan tumbuh, yaitu iklim. Mutu kayu dipengaruhi oleh tebalnya lingkaran tahun. Semakin tipis gelang tahun maka semakin kuat kayu karena dinding selnya relatif tebal.
Tujuan Identifikasi Kayu:
  • Secara Ilmiah, untuk membedakan jenis-jenis kayu secara teliti (sampai sel-sel mikroskopisnya).
  • Dalam perdagangan, agar pembeli atau konsumen mengetahui dan tidak keliru dalam memilih suatu jenis kayu yang diinginkan.


Macam-macam identifikasi kayu:

  1. Makroskopis, identifikasi kayu melalui ciri-ciri kayu yang kasat mata. Artinya ciri-ciri tersebut dapat dilihat dengan mata biasa atau maksimal dengan bantuan lup tau kaca pembesar.
  2. Mikroskopis, identifikasi kayu menggunakan mikroskop ntuk dapat melihat dan mengamati sel-selnya.

ROTAN DAN PEMANFAATANNYA

DESKRIPSI ROTAN
Rotan adalah sekelompok palma dari ordo Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Ordo Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran di bagian tropis Afrika, Asia dan Australasia. Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata "raut" yang berarti mengupas (menguliti), menghaluskan.
Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Batang rotan mengeluarkan air jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya.
Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan atau kehitam-hitaman. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh menghadap ke dalam berfungsi sebagai penguat mengaitkan batang pada tumbuhan inang.
Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Biasanya, bunga jantan dan bunga betina berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan bentuk buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur.
Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus.
Rotan merupakan salah satu sumber hayati Indonesia, penghasil devisa negara yang cukup besar. Sebagian besar rotan berasal dari hutan di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70% kebutuhan rotan dunia. Sisa pasar diisi dari Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan Bangladesh.

Rotan cepat tumbuh dan relatif mudah dipanen serta ditransprotasi. Ini dianggap membantu menjaga kelestarian hutan, kaerna orang lebih suka memanen rotan daripada kayu. Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, produk rotan sudah banyak dikenal terutama pada masyarakat bawah dan menengah. Selain kegiatan pengolahan rotan, maka perdagangan rotan juga telah banyak dilakukan. Terjalinnya hubungan dagang dengan pihak luar negeri memacu kepada bertambahnya peran hasil rotan untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara yang layak untuk diperhitungkan.
KEGUNAAN ROTAN
Pengolahan rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan) menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual. Pengolahan dalam industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi bagian-bagian rotan seperti kulit dan hati, masing-masing bagian tersebut diolah lagi sesuai tujuan dan pemanfaatannya. Pengolahan rotan terdiri pengolahan rotan berdiameter kecil (< 18 mm) dan rotan berdiamerter besar (> 18 mm).
Batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan karena kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit dan teras rotan dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, konstruksi, keranjang, atap dan tikar.
Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi.
Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya.
Di bidang konstruksi, batang rotan banyak dipakai untuk mengisi batang sepeda, alat sandaran kapal, penahan pasir di daerah gurun pasir, bahkan dapat digunakan untuk pengganti konstruksi tulangan beton. Batang rotan yang muda (umbut) dapat dikonsumsi sebagai sayuran.
Buah rotan biasanya dikonsumsi dalam pembuatan rujak. Selain itu, buah rotan juga dikonsumsi oleh wanita yang sedang mengandung. Rasa buah rotan yang asam menurut masyarakat dapat mengurangi rasa mual bagi wanita hamil yang sedang mengidam.

HUBUNGAN ROTAN DENGAN MAKHLUK HIDUP LAIN
Rotan mempunyai keterkaitan yang rumit dengan binatang-binatang di dalam hutan seperti tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan basah tropis. Banyak rotan yang memberi tempat kehidupan bagi semut dalam helaian daun, duri, dan batangnya mungkin hal ini merupakan suatu perlindungan terhadap pemangsaan.
Dalam hubungan timbal balik antara semut dan rotan, semut memelihara kutu-kutu bertepung yang menghasilkan embun madu. Bunga rotan berbau harum dan penyerbukannya bergantung pada serangga termasuk semut, kumbang, trips, lebah, tabuhan dan lalat. Burung, kera, monyet dan luang diperkirakan merupakan pemencar biji rotan yang penting.
PEMANENAN ROTAN
Hal yang sangat penting sebelum pemanfaatan hasil rotan adalah proses cara pemungutan dan pasca panen. Rambatan rotan tidak saja hanya pada pohon penopangnya, akan tetapi juga pada pohon-pohon sekitarnya dan kadang-kadang saling berjalinan dengan cabang/ranting pohon. Keadaan tersebut kadang-kadang mengakibatkan para penebang rotan akan mengalami kesulitan untuk menarik rotan secara keseluruhan dimana sebagian rotan ada yang tertinggal di atas pohon.
Umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Rotan dipanen terutama dari tumbuhan liar. Rotan yang akan dipanen adalah rotan yang masak tebang, dengan ciri-ciri bagian bawah batang sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau selundang, sebagian daun sudah mengering, duri dan daun kelopak sudah rontok, warna durinya berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman; dan sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau.
Pemanenan rotan dilakukan dengan cara mencari rotan yang masak tebang, kemudian menebang pangkal rotan dengan pengkaitnya setinggi 10 sampai 50 cm, kemudian dengan pengait batang ditarik agar terlepas dari pohon penopangnya. Rotan yang telah dipanen kemudian dibersihkan dari daun dan duri serta dipotong-potong menurut ukuran yang diinginkan. Setelah itu rotan diangkut ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) sampai ke Tempat Penimbunan Rotan (TPR) dengan cara memikul, menggunakan perahu/sampan dan menggunakan kuda (Sinaga, 1986).
DISTRIBUSI DAN PEMASARAN ROTAN

Pola distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Sistem penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan berdasarkan pesanan, dimana sistem ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberi kemudahan penyediaan bahan baku.rotan

CENDANA (Santalum album)

Cendana (Santalum album Linn) sejak manusia di dunia (sejak jaman Firaun) mengenal wewangian (atsiri) dan bahan pengawetan (pembalsaman, seperti di Truyan Bali, Toraja, Mesir,China dll ) puluhan abad yang lalu hingga kota Paris terkenal dengan produsen parfum, aroma teraphy dll.
International Union for Conservation of Natural Resource (IUCN), 1997 sudah memasukkan cendana jenis Santalum album Linn. ke dalam kategori jenis yang hampir punah (vulnerable). Cendana merupakan tanaman langka dan salah satu tanaman industri dan komoditi bagi masyarakat, karena selain harga minyaknya mahal juga bisa digunakan sebagai obat alternatif, serta untuk membawa orang lebih dekat dengan Tuhan. Cendana diburu secara illegal di pelosok-pelosok hutan tropis terdalam sekalipun (hutan di Papua, Kalimantan, Sumatera, NTT).
Cendana (Santalum album) merupakan komoditas unggulan Provinsi NTT. Tanaman cendana tumbuh baik pada ketinggian antara 50 – 1200 meter dpl, dengan curah hujan 1100 – 2000 mm/tahun. %. Cendana juga dapat hidup netral di tanah pasir, krikil, bebatuan, gambut dsb.
Pertumbuhannya yang lambat dan jangka waktu panen kayu teras yang mencapai 40-50 tahun membuat harga kayu cendana relatif mahal. Pada umur 50 tahun, setiap batang pohon cendana menghasilkan ata-rata 50-70 kg kayu teras. Sementara pada umur yang sama, dari akar pohon cendana dapat dihasilkan 60 kg kayu teras. Populasi tanaman cendana banyak ditemukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Belu, dan Kupang.
Cendana adalah tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya.
Secara morfologis tanaman cendana memiliki ciri-ciri seperti berikut pohon kecil sampai sedang, menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 20 m dan diameter 40 cm, tajuk ramping atau melebar, batang bulat agak berlekuk-lekuk, akar tanpa banir. Daun tunggal, berhadapan, agak bersilangan, bertangkai daun, gundul, bentuk elip, tepi rata, ujung runcing tetapi kadang-kadang tumpul atau bulat. Perbuangan terminal atau eksiler, recimus articulatus, bunga pedicel 3-5 cm, gundul, tabung perigonium berbentuk campanulatus, panjang 3 mm dan diameter ±2 mm, memiliki 4 cuping perigonium, bentuk segi tiga, tumpul pada bagian ujung dan kedua permukaan gundul.
Cendana memiliki buah batu dan bulat, waktu masak daging kulit buah berwarna hitam, mempunyai lapisan eksocarp, mesocarp berdaging, endocarp keras dengan garis dari ujung ke pangkal. Pohon cendana mempunyai ciri-ciri arsitektur: batang monopodial, arthotropis (mengarah ke atas), pertumbuhan kontinu. Perbuangaan di ujung dan atau di ketiak daun. Umur masak tebang (daur) cendana adalah 50 -60 tahun.
Pada umumnya musim berbunga mulai desember–januari . Buah masak pada maret-juli. Dalam 1 kg terdapat 5000-8000 biji yang mengandung 60% minyak merah kehitaman yang kental. Minyak semakin kental jika terkena sinar matahari atau dipanaskan. Selain biji, daun juga menghasilkan minyak berwarna kuning pucat.
Cendana, dari segi pranata adat mempunyai nilai sosial budaya yang tinggi, misalnya orang Miomaffomemandangnya sebagai tanaman keramat yang diistilahkan dengan “Pah in balun” (hasil sari dari alam) sehingga pemanennya dilakukan melalui ritual adat, dan sering dimanfaatkan dalam upacara adat, yaitu untuk mengusir rohroh jahat khususnya yang berkaitan dengan kegiatan keluarga di desa-desa.
Cendana merupakan hasil hutan ikutan yang dapat menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang spesifik. Disamping itu cendana mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan memiliki cakupan pemanfaatan dalam skala nasional dan internasional.
Sejarah membuktikan, bahwa cendana telah diperjualbelikan sejak abad ke-3. Waktu itu banyak kapal dagang yang datang ke Pulau Timor dan Pulau Sumba, kemudian diangkut ke pelabuhan transito di wilayah Indonesia bagian barat (Sriwijaya) untuk selanjutnya diteruskan ke India. Hal tersebut menarik perhatian bangsa-bangsa lain, hingga pada abad ke-15 datanglah bangsa Eropa (Portugis, Belanda) ke Pulau Timor untuk melakukan transaksi cendana. Sejak itu perdagangan cendana semakin marak, di Pulau Timor terdapat 12 pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal dagang mancanegara.
KEGUNAAN CENDANA
Nilai ekonomi yang tinggi dari cendana dihasilkan dari kandungan minyak (santalo) dalam kayu yang beraroma wangi yang khas. Minyak cendana dihasilkan dari hasil penyulingan kayu, dan digunakan sebagai bahan obat-obatan dan bahan minyak wangi (parfum). Kayunya dipergunakan sebagai bahan industri kerajinan seperti ukir-­ukiran, patung, kipas, tasbih, dan lain-lain.
Minyak cendana banyak diekspor ke Eropa, Amerika, China, Hongkong, Korea, Taiwan dan Jepang. Sedangkan produk kerajinan dari kayu cendana banyak untuk konsumsi dalam negeri. Kebutuhan minyak cendana dunia sekitar 200 ton per tahun.
Minyak cendana memiliki kemampuan pengikatan dan pencampuran yang baik. Oleh karena itu minyak cendana banyak digunakan pada industri parfum, kosmetik, dan perlatan mandi. Minyak cendana bersifat antiseptik dan antibakteri. Beberapa tetes minyak cendana dapat menenangkan penyakit bronkitis yang kronis. Di china, minyak cendana dapat digunakan untuk mecegah mual, muntah, dan sakit perut. Pemanfaatan lain pada beberapa produk pangan dan industri minuman. Jumlah yang diperbolehkan maksimal 0,001%.
Minyak Cendana juga digunakan sebagai obat gosok (dicampur dengan minyak kelapa). Minyaknya mengandung santalol. Aroma minyak sangat harum, kental dan berwarna kuning. Jika digunakan keharuman terus melekat berhari-hari, kandungan minyak terdiri atas 90% sesquisterpen alkohol dengan komponen santalol berunsur 45-47% alfa-santalol dan 20-30% beta-santalol. Beberapa kompponen minyak cendana kini disintesis untuk mensubsitusi minyak aslinya seperi sandela, santaliso, kampanil sikloheksanol dan trimetilsiklopentenil.
Kayunya (yang dipelihara sampai berumur 20 – 40 tahun) dijadikan perhiasan, patung, kipas, kotak cerutu dan alat rumah tangga lainnya. Kayu cendana, terutama kayu terasnya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri minyak cendana, patung/ukiran, kipas, bahan kosmetik dan sebagai bahan pelengkap pada upacara ritual keagamaan.

Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, serta sangkur keris (warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aroma cendana selama berabad-abad. Menurut kisah setempat, di Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak abad ke-9.

PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)

Hasil hutan selain kayu, yang lebih dikenal dengan sebutan HHBK (hasil hutan bukan kayu), selalu menduduki peran penting dan besar dalam ekonomi kehutanan di negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini tidak lepas dari banyaknya jenis HHBK yang dapat diperoleh dari hutan, baik yang berasal dari tumbuhan (HHBK nabati) maupun dari hewan (HHBK hayati). Pemanfaatan HHBK pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, energi, dan obat-obatan (HHBK FEM), serta pemanfaatan lainnya (HHBK non FEM).
Pengembangan HHBK dinilai strategis, tidak hanya bagi kepentingan ekonomi, tetapi juga kelestarian hutan. Paham ini berakar dari banyaknya potensi HHBK yang mungkin dapat dimanfaatkan dari hutan, dimana beberapa diantaranya memiliki nilai pasar yang sangat kuat, sehingga mampu mendukung pembangunan sosial masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan keuntungan masyarakat sekitar hutan yang selama ini terpinggirkan.
Strategi yang dapat dilakukan untuk mempertahankan pasokan produk HHBK yang makin langka tersebut hanya ada tiga cara, yaitu :
1.      Eksplorasi makin jauh ke dalam hutan agar terus mendapatkan pasokan
2.      Mengganti dengan produk HHBK lainnya yang sejenis
3.      Mengembangkan cara pemungutan yang lebih baik dan lestari atau membudidayakannya

Masalah Deforestasi dan Konflik Antara Perhutani dengan Masyarakat di Sekirar Hutan Sebagai Akibat Lemahnya Norma Sosial

Korban bencana banjir dan longsor adalah mereka yang tinggal disekitar kawasan hutan. Bencana yang terjadi itu disebabkan karena pengelolaan hutan yang tidak mengikuti nilai-nilai social, budaya dan terutama ekologis. Itu juga terjadi karena hutan tidak dikelola secara berkelanjutan, misalnya menebang hutan tanpa dilakukan penanaman kembali.
Hutan terus mengalami kerusakan dan kerugian yang tidak hanya diakibatkan pencurian kayu dan perusakan tanaman, tetapi juga diakibatkan banyak faktor lain. Jika pada hutan terus terjadi tekanan, maka hutan akan semakin berkurang dan bencana dampak ekologi akan menerus ke sektor-sektor lain dan akan berdampak pada kehidupan masyarakat secara luas. Dan yang menjadi inti dari persoalan adalah bagaimana mempertemukan kepentingan kelestarian sumberdaya hutan dengan persoalan kesejahteraan berjuta orang masyarakat desa sekitar hutan yang berada dalam garis kemiskinan.
Adanya Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RKPH) seharusnya menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan hutan, tetapi ternyata tidak mengalami perubahan mendasar sebagai sistem perencanaan sumberdaya hutan yang melibatkan masyarakat desa sekitar hutan dan pemerintah daerah.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi deforestasi dan konflik adalah dengan penerapan sistem Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), yang merupakan sistem pengelolaan sumberdaya yang dilakukan bersama oleh perum Perhutani dan masyarakat desa sekitar hutan dengan pihak yang berkepentingan dengan jiwa berbagi, sehingga tercapai kepentingan bersama dalam fungsi dan pemantapan sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan lestari.
Masyarakat yang berada di sekitar hutan maupun didalam hutan berinteraksi secara langsung dengan hutan merasakan dampak keberadaan hutan secara langsung, baik dalam arti positif maupun negatif. Maka, itu menjadi alas an masyarakat di sekitar hutan ditempatkan sebagai mitra utama pengelolaan hutan yang lestari. Namun, keterlibatan masyarakat dalam PHBM hanya sebagai pemadam kebakaran dan pengaman yang mengatasi deforestasi dan konflik, bukan menjadi bagian dari sistem perencanaan sumberdaya hutan secara menyeluruh.
Masalah yang muncul dalam PHBM itu sendiri antara lain berupa belum mantapnya bentuk kelembagaan misalnya dalam bentuk komunikasi, persoalan hak kelola, keterlibbatan para pihak, perjanjian kerjasama dan pembagian hasil.
Proses deforestasi dan konflik selalu melibatkan interaksi dari masyarakat dengan sumberdaya hutan, adanya peran perhutani dan adanya kebijakan dari pemerintah daerah. Keadilan dalam pengelolaan sumberdaya hutan ditentukan adanya partisipasi dan interaksi masyarakat yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan sumberdaya kolektif.
Dalam prosesnya deforestasi dipengaruhi oleh norma sosial yang dengan tradisi dan aturan yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis. Lemahnya kepercayaan berupa hak kelola, relasi sosial, unsur norma berupa perjanjian kerjasama dan pembagian hasil menyebakan pelaksanaan pengelolaan yang ada berjalan dengan tidak baik. Sikap dalam menghadapi konlik yang ada juga lemah, lebih dengan cara menghindar dan kompromi. Harusnya akan kuat bila ada sikap yang mau berkompetisi, berkolaborasi dan ada akomodasi.
Dengan sikap Perhutani yang tidak konsisten dalam menjalankan kebiijakannya untuk menyelesaikan deforestasi dan konflik mengakibatkan tidak adanya terbangun relasi sosial yang baru yang akan menumbuhkan rasa saling percaya, saling hormat atau respek dan saling menguntungkan antara Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan. Ini terjadi ketika ada fakta bahwa peraturan itu tidak dijalankan dengan baik sehingga timbul konflik, padahal normatifnya peraturan tersebut harus dilaksanakan agar tercapai tujuan bersama.