Thursday, 4 July 2013
Saturday, 15 June 2013
Bagian-bagian Kayu dan Identifikasi Kayu
Kayu merupakan bagian dari sebatang pohon. Kayu membesar akibat adanya pertumbuhan kambium. Tumbuhan bersifat tahunan, bertambah ke samping, mempunyai lignin, mempunyai pembuluh angkut.
Bagian-bagian kayu:
Macam-macam identifikasi kayu:
Bagian-bagian kayu:
- Kulit luar
- Kulit dalam
- Kambium
- Kayu gubal
- Kayu teras
- Hati/galih
- Kulit Luar Kayu bertugas sebagi pelindung bagian dalam kayu dari pengaruh-pengaruh iklim, serangan serangga dn jamur atau secara mekanis.
- Kambium merupakan jaringan yang berupa lapisan tipis dan bening yang melingkar pada pohon. Bertugas ke arah dalam membentuk kayu, ke arah luar membentuk kulit.
- Kayu Gubal merupakan bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup dan masih berfungsi. bertugas menyalurkan bahan makanan dari daun ke bagian-bagian pohon yang lain.
- Kayu Teras merupakan bagian kayu yang terdiri dari sel-sel yang sudah tua dan mati. Berasal dari kayu gubal yang makin lama makin tua danmati, sehingga tidak berfungsi. Hanya bertugas sebagai pengokoh tumbuhnya pohon. lebih awet dan pada umumnya warna kayu lebih tua daripada kayu gubal.
- Hati merupakan bagian kayu yang berada di pusat pohon. Berasal dari kayu awal, yaitu kayu yang pertama-tama dibentuk oleh kambium dan bersifat rapuh, berupa jaringan gabus.
- Pori-pori merupakan sel-sel pembuluh kayu yang terpotong, sehingga memberi kesan lobang-lobang kecil (pori-pori). ukurannya berbeda untuk setiap jenis.
- Lingkaran Tahun/Tumbuh, dimana kondisi pertumbuhan pohon ditwntukan oleh lingkungan tumbuh, yaitu iklim. Mutu kayu dipengaruhi oleh tebalnya lingkaran tahun. Semakin tipis gelang tahun maka semakin kuat kayu karena dinding selnya relatif tebal.
- Secara Ilmiah, untuk membedakan jenis-jenis kayu secara teliti (sampai sel-sel mikroskopisnya).
- Dalam perdagangan, agar pembeli atau konsumen mengetahui dan tidak keliru dalam memilih suatu jenis kayu yang diinginkan.
Macam-macam identifikasi kayu:
- Makroskopis, identifikasi kayu melalui ciri-ciri kayu yang kasat mata. Artinya ciri-ciri tersebut dapat dilihat dengan mata biasa atau maksimal dengan bantuan lup tau kaca pembesar.
- Mikroskopis, identifikasi kayu menggunakan mikroskop ntuk dapat melihat dan mengamati sel-selnya.
ROTAN DAN PEMANFAATANNYA
DESKRIPSI
ROTAN
Rotan
adalah sekelompok palma dari ordo Calameae
yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus,
Daemonorops, dan Oncocalamus.
Ordo Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran
di bagian tropis Afrika, Asia dan Australasia. Rotan merupakan palem berduri
yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia. Kata
rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata "raut" yang berarti
mengupas (menguliti), menghaluskan.
Batang
rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak
berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam.
Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus
membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu batang
rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang tanaman rotan terbagi
menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Batang rotan
mengeluarkan air jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup
di alam bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu
menunya.
Akar
tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau
kekuning-kuningan atau kehitam-hitaman. Pelepah dan tangkai daun melekat pada
buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk
pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri,
umumnya tumbuh menghadap ke dalam berfungsi sebagai penguat mengaitkan batang
pada tumbuhan inang.
Rotan
termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Biasanya,
bunga jantan dan bunga betina berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua.
Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau
serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang
berbentuk trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk
permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan bentuk buah rotan
umumnya bulat, lonjong atau bulat telur.
Rotan dapat
berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya
dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan
rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus.
Rotan
merupakan salah satu sumber hayati Indonesia, penghasil devisa negara yang
cukup besar. Sebagian besar rotan berasal dari hutan di Indonesia, seperti
Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70%
kebutuhan rotan dunia. Sisa pasar diisi dari Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan
Bangladesh.
Rotan cepat
tumbuh dan relatif mudah dipanen serta ditransprotasi. Ini dianggap membantu
menjaga kelestarian hutan, kaerna orang lebih suka memanen rotan daripada kayu.
Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, produk rotan sudah banyak dikenal
terutama pada masyarakat bawah dan menengah. Selain kegiatan pengolahan rotan,
maka perdagangan rotan juga telah banyak dilakukan. Terjalinnya hubungan dagang
dengan pihak luar negeri memacu kepada bertambahnya peran hasil rotan untuk meningkatkan
kontribusi penerimaan negara yang layak untuk diperhitungkan.
KEGUNAAN ROTAN
Pengolahan
rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan) menjadi barang
setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual. Pengolahan dalam
industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi bagian-bagian rotan seperti
kulit dan hati, masing-masing bagian tersebut diolah lagi sesuai tujuan dan
pemanfaatannya. Pengolahan rotan terdiri pengolahan rotan berdiameter kecil
(< 18 mm) dan rotan berdiamerter besar (> 18 mm).
Batang
polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan karena
kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan
digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit
dan teras rotan dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan
banyak spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali,
konstruksi, keranjang, atap dan tikar.
Batang
rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot
rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk
bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan
pada industri keramik dan farmasi.
Manfaat tidak
langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial
masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah
tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat
ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan
sebagainya. Selain itu, batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan
barang-barang anyaman untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet,
dan sebagainya.
Di bidang
konstruksi, batang rotan banyak dipakai untuk mengisi batang sepeda, alat
sandaran kapal, penahan pasir di daerah gurun pasir, bahkan dapat digunakan
untuk pengganti konstruksi tulangan beton. Batang rotan yang muda (umbut) dapat
dikonsumsi sebagai sayuran.
Buah rotan
biasanya dikonsumsi dalam pembuatan rujak. Selain itu, buah rotan juga
dikonsumsi oleh wanita yang sedang mengandung. Rasa buah rotan yang asam
menurut masyarakat dapat mengurangi rasa mual bagi wanita hamil yang sedang
mengidam.
HUBUNGAN ROTAN DENGAN MAKHLUK HIDUP LAIN
Rotan
mempunyai keterkaitan yang rumit dengan binatang-binatang di dalam hutan
seperti tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan basah tropis. Banyak rotan yang
memberi tempat kehidupan bagi semut dalam helaian daun, duri, dan batangnya
mungkin hal ini merupakan suatu perlindungan terhadap pemangsaan.
Dalam
hubungan timbal balik antara semut dan rotan, semut memelihara kutu-kutu
bertepung yang menghasilkan embun madu. Bunga rotan berbau harum dan
penyerbukannya bergantung pada serangga termasuk semut, kumbang, trips, lebah,
tabuhan dan lalat. Burung, kera, monyet dan luang diperkirakan merupakan
pemencar biji rotan yang penting.
PEMANENAN ROTAN
Hal yang
sangat penting sebelum pemanfaatan hasil rotan adalah proses cara pemungutan
dan pasca panen. Rambatan rotan tidak saja hanya pada pohon penopangnya, akan
tetapi juga pada pohon-pohon sekitarnya dan kadang-kadang saling berjalinan
dengan cabang/ranting pohon. Keadaan tersebut kadang-kadang mengakibatkan para
penebang rotan akan mengalami kesulitan untuk menarik rotan secara keseluruhan
dimana sebagian rotan ada yang tertinggal di atas pohon.
Umur dan
tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Rotan dipanen terutama dari
tumbuhan liar. Rotan yang akan dipanen adalah rotan yang masak tebang, dengan
ciri-ciri bagian bawah batang sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau
selundang, sebagian daun sudah mengering, duri dan daun kelopak sudah rontok, warna
durinya berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman; dan sebagian
batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau.
Pemanenan
rotan dilakukan dengan cara mencari rotan yang masak tebang, kemudian menebang
pangkal rotan dengan pengkaitnya setinggi 10 sampai 50 cm, kemudian dengan
pengait batang ditarik agar terlepas dari pohon penopangnya. Rotan yang telah
dipanen kemudian dibersihkan dari daun dan duri serta dipotong-potong menurut
ukuran yang diinginkan. Setelah itu rotan diangkut ke Tempat Pengumpulan Sementara
(TPS) sampai ke Tempat Penimbunan Rotan (TPR) dengan cara memikul, menggunakan
perahu/sampan dan menggunakan kuda (Sinaga, 1986).
DISTRIBUSI DAN PEMASARAN ROTAN
Pola
distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul
pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi
dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Sistem
penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam
skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan
berdasarkan pesanan, dimana sistem ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak
mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini
memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberi
kemudahan penyediaan bahan baku.rotan
CENDANA (Santalum album)
Cendana (Santalum album Linn) sejak manusia di
dunia (sejak jaman Firaun) mengenal wewangian (atsiri) dan bahan pengawetan
(pembalsaman, seperti di Truyan Bali, Toraja, Mesir,China dll ) puluhan abad
yang lalu hingga kota Paris terkenal dengan produsen parfum, aroma teraphy dll.
International
Union for Conservation of Natural Resource (IUCN), 1997 sudah memasukkan
cendana jenis Santalum album Linn. ke
dalam kategori jenis yang hampir punah (vulnerable). Cendana merupakan tanaman
langka dan salah satu tanaman industri dan komoditi bagi masyarakat, karena
selain harga minyaknya mahal juga bisa digunakan sebagai obat alternatif, serta
untuk membawa orang lebih dekat dengan Tuhan. Cendana diburu secara illegal di
pelosok-pelosok hutan tropis terdalam sekalipun (hutan di Papua, Kalimantan,
Sumatera, NTT).
Cendana
(Santalum album) merupakan komoditas unggulan Provinsi NTT. Tanaman cendana
tumbuh baik pada ketinggian antara 50 – 1200 meter dpl, dengan curah hujan 1100
– 2000 mm/tahun. %. Cendana juga dapat hidup netral di tanah pasir, krikil,
bebatuan, gambut dsb.
Pertumbuhannya
yang lambat dan jangka waktu panen kayu teras yang mencapai 40-50 tahun membuat
harga kayu cendana relatif mahal. Pada umur 50 tahun, setiap batang pohon cendana
menghasilkan ata-rata 50-70 kg kayu teras. Sementara pada umur yang sama, dari
akar pohon cendana dapat dihasilkan 60 kg kayu teras. Populasi tanaman cendana
banyak ditemukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Belu, dan Kupang.
Cendana
adalah tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon
inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup
mendukung kehidupannya.
Secara
morfologis tanaman cendana memiliki ciri-ciri seperti berikut pohon kecil
sampai sedang, menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 20 m dan diameter 40
cm, tajuk ramping atau melebar, batang bulat agak berlekuk-lekuk, akar tanpa
banir. Daun tunggal, berhadapan, agak bersilangan, bertangkai daun, gundul,
bentuk elip, tepi rata, ujung runcing tetapi kadang-kadang tumpul atau bulat. Perbuangan
terminal atau eksiler, recimus articulatus, bunga pedicel 3-5 cm, gundul, tabung
perigonium berbentuk campanulatus, panjang 3 mm dan diameter ±2 mm, memiliki 4
cuping perigonium, bentuk segi tiga, tumpul pada bagian ujung dan kedua
permukaan gundul.
Cendana
memiliki buah batu dan bulat, waktu masak daging kulit buah berwarna hitam,
mempunyai lapisan eksocarp, mesocarp berdaging, endocarp keras dengan garis
dari ujung ke pangkal. Pohon cendana mempunyai ciri-ciri arsitektur: batang
monopodial, arthotropis (mengarah ke atas), pertumbuhan kontinu. Perbuangaan di
ujung dan atau di ketiak daun. Umur masak tebang (daur) cendana adalah 50 -60
tahun.
Pada umumnya
musim berbunga mulai desember–januari . Buah masak pada maret-juli. Dalam 1 kg
terdapat 5000-8000 biji yang mengandung 60% minyak merah kehitaman yang kental.
Minyak semakin kental jika terkena sinar matahari atau dipanaskan. Selain biji,
daun juga menghasilkan minyak berwarna kuning pucat.
Cendana,
dari segi pranata adat mempunyai nilai sosial budaya yang tinggi, misalnya
orang Miomaffomemandangnya sebagai tanaman keramat yang diistilahkan dengan
“Pah in balun” (hasil sari dari alam) sehingga pemanennya dilakukan melalui
ritual adat, dan sering dimanfaatkan dalam upacara adat, yaitu untuk mengusir
rohroh jahat khususnya yang berkaitan dengan kegiatan keluarga di desa-desa.
Cendana
merupakan hasil hutan ikutan yang dapat menghasilkan minyak atsiri dengan aroma
yang spesifik. Disamping itu cendana mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan
memiliki cakupan pemanfaatan dalam skala nasional dan internasional.
Sejarah
membuktikan, bahwa cendana telah diperjualbelikan sejak abad ke-3. Waktu itu
banyak kapal dagang yang datang ke Pulau Timor dan Pulau Sumba, kemudian
diangkut ke pelabuhan transito di wilayah Indonesia bagian barat (Sriwijaya)
untuk selanjutnya diteruskan ke India. Hal tersebut menarik perhatian
bangsa-bangsa lain, hingga pada abad ke-15 datanglah bangsa Eropa (Portugis, Belanda)
ke Pulau Timor untuk melakukan transaksi cendana. Sejak itu perdagangan cendana
semakin marak, di Pulau Timor terdapat 12 pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal
dagang mancanegara.
KEGUNAAN CENDANA
Nilai
ekonomi yang tinggi dari cendana dihasilkan dari kandungan minyak (santalo)
dalam kayu yang beraroma wangi yang khas. Minyak cendana dihasilkan dari hasil
penyulingan kayu, dan digunakan sebagai bahan obat-obatan dan bahan minyak
wangi (parfum). Kayunya dipergunakan sebagai bahan industri kerajinan seperti
ukir-ukiran, patung, kipas, tasbih, dan lain-lain.
Minyak
cendana banyak diekspor ke Eropa, Amerika, China, Hongkong, Korea, Taiwan dan
Jepang. Sedangkan produk kerajinan dari kayu cendana banyak untuk konsumsi
dalam negeri. Kebutuhan minyak cendana dunia sekitar 200 ton per tahun.
Minyak
cendana memiliki kemampuan pengikatan dan pencampuran yang baik. Oleh karena
itu minyak cendana banyak digunakan pada industri parfum, kosmetik, dan
perlatan mandi. Minyak cendana bersifat antiseptik dan antibakteri. Beberapa
tetes minyak cendana dapat menenangkan penyakit bronkitis yang kronis. Di
china, minyak cendana dapat digunakan untuk mecegah mual, muntah, dan sakit
perut. Pemanfaatan lain pada beberapa produk pangan dan industri minuman.
Jumlah yang diperbolehkan maksimal 0,001%.
Minyak
Cendana juga digunakan sebagai obat gosok (dicampur dengan minyak kelapa).
Minyaknya mengandung santalol. Aroma minyak sangat harum, kental dan berwarna
kuning. Jika digunakan keharuman terus melekat berhari-hari, kandungan minyak
terdiri atas 90% sesquisterpen alkohol dengan komponen santalol berunsur 45-47%
alfa-santalol dan 20-30% beta-santalol. Beberapa kompponen minyak cendana kini
disintesis untuk mensubsitusi minyak aslinya seperi sandela, santaliso, kampanil sikloheksanol dan
trimetilsiklopentenil.
Kayunya (yang dipelihara
sampai berumur 20 – 40 tahun) dijadikan perhiasan, patung, kipas, kotak cerutu
dan alat rumah tangga lainnya. Kayu cendana, terutama kayu terasnya
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri minyak cendana, patung/ukiran, kipas,
bahan kosmetik dan sebagai bahan pelengkap pada upacara ritual keagamaan.
Kayunya
digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum,
serta sangkur keris (warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aroma cendana
selama berabad-abad. Menurut kisah setempat, di Sri Lanka kayu ini digunakan
untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak abad ke-9.
PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
Hasil hutan
selain kayu, yang lebih dikenal dengan sebutan HHBK (hasil hutan bukan kayu),
selalu menduduki peran penting dan besar dalam ekonomi kehutanan di
negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini tidak lepas dari
banyaknya jenis HHBK yang dapat diperoleh dari hutan, baik yang berasal dari
tumbuhan (HHBK nabati) maupun dari hewan (HHBK hayati). Pemanfaatan HHBK pada
umumnya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, energi, dan obat-obatan (HHBK FEM),
serta pemanfaatan lainnya (HHBK non FEM).
Pengembangan
HHBK dinilai strategis, tidak hanya bagi kepentingan ekonomi, tetapi juga
kelestarian hutan. Paham ini berakar dari banyaknya potensi HHBK yang mungkin
dapat dimanfaatkan dari hutan, dimana beberapa diantaranya memiliki nilai pasar
yang sangat kuat, sehingga mampu mendukung pembangunan sosial masyarakat
melalui peningkatan pendapatan dan keuntungan masyarakat sekitar hutan yang
selama ini terpinggirkan.
Strategi
yang dapat dilakukan untuk mempertahankan pasokan produk HHBK yang makin langka
tersebut hanya ada tiga cara, yaitu :
1. Eksplorasi
makin jauh ke dalam hutan agar terus mendapatkan pasokan
2. Mengganti
dengan produk HHBK lainnya yang sejenis
3. Mengembangkan
cara pemungutan yang lebih baik dan lestari atau membudidayakannya
Masalah Deforestasi dan Konflik Antara Perhutani dengan Masyarakat di Sekirar Hutan Sebagai Akibat Lemahnya Norma Sosial
Korban bencana banjir dan
longsor adalah mereka yang tinggal disekitar kawasan hutan. Bencana yang
terjadi itu disebabkan karena pengelolaan hutan yang tidak mengikuti
nilai-nilai social, budaya dan terutama ekologis. Itu juga terjadi karena hutan
tidak dikelola secara berkelanjutan, misalnya menebang hutan tanpa dilakukan
penanaman kembali.
Hutan terus mengalami
kerusakan dan kerugian yang tidak hanya diakibatkan pencurian kayu dan
perusakan tanaman, tetapi juga diakibatkan banyak faktor lain. Jika pada hutan
terus terjadi tekanan, maka hutan akan semakin berkurang dan bencana dampak
ekologi akan menerus ke sektor-sektor lain dan akan berdampak pada kehidupan
masyarakat secara luas. Dan yang menjadi inti dari persoalan adalah bagaimana
mempertemukan kepentingan kelestarian sumberdaya hutan dengan persoalan
kesejahteraan berjuta orang masyarakat desa sekitar hutan yang berada dalam garis
kemiskinan.
Adanya Penyusunan Rencana
Pengaturan Kelestarian Hutan (RKPH) seharusnya menjadi pedoman dalam
pelaksanaan pengelolaan hutan, tetapi ternyata tidak mengalami perubahan
mendasar sebagai sistem perencanaan sumberdaya hutan yang melibatkan masyarakat
desa sekitar hutan dan pemerintah daerah.
Salah satu upaya yang
dilakukan untuk mengatasi deforestasi dan konflik adalah dengan penerapan
sistem Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), yang merupakan sistem
pengelolaan sumberdaya yang dilakukan bersama oleh perum Perhutani dan
masyarakat desa sekitar hutan dengan pihak yang berkepentingan dengan jiwa
berbagi, sehingga tercapai kepentingan bersama dalam fungsi dan pemantapan
sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan lestari.
Masyarakat yang berada di
sekitar hutan maupun didalam hutan berinteraksi secara langsung dengan hutan
merasakan dampak keberadaan hutan secara langsung, baik dalam arti positif
maupun negatif. Maka, itu menjadi alas an masyarakat di sekitar hutan
ditempatkan sebagai mitra utama pengelolaan hutan yang lestari. Namun,
keterlibatan masyarakat dalam PHBM hanya sebagai pemadam kebakaran dan pengaman
yang mengatasi deforestasi dan konflik, bukan menjadi bagian dari sistem
perencanaan sumberdaya hutan secara menyeluruh.
Masalah yang muncul dalam
PHBM itu sendiri antara lain berupa belum mantapnya bentuk kelembagaan misalnya
dalam bentuk komunikasi, persoalan hak kelola, keterlibbatan para pihak,
perjanjian kerjasama dan pembagian hasil.
Proses deforestasi dan
konflik selalu melibatkan interaksi dari masyarakat dengan sumberdaya hutan,
adanya peran perhutani dan adanya kebijakan dari pemerintah daerah. Keadilan
dalam pengelolaan sumberdaya hutan ditentukan adanya partisipasi dan interaksi
masyarakat yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan sumberdaya kolektif.
Dalam prosesnya
deforestasi dipengaruhi oleh norma sosial yang dengan tradisi dan aturan yang
ada baik tertulis maupun tidak tertulis. Lemahnya kepercayaan berupa hak
kelola, relasi sosial, unsur norma berupa perjanjian kerjasama dan pembagian
hasil menyebakan pelaksanaan pengelolaan yang ada berjalan dengan tidak baik.
Sikap dalam menghadapi konlik yang ada juga lemah, lebih dengan cara menghindar
dan kompromi. Harusnya akan kuat bila ada sikap yang mau berkompetisi,
berkolaborasi dan ada akomodasi.
Dengan sikap
Perhutani yang tidak konsisten dalam menjalankan kebiijakannya untuk
menyelesaikan deforestasi dan konflik mengakibatkan tidak adanya terbangun
relasi sosial yang baru yang akan menumbuhkan rasa saling percaya, saling
hormat atau respek dan saling menguntungkan antara Perhutani dengan masyarakat
sekitar hutan. Ini terjadi ketika ada fakta bahwa peraturan itu tidak
dijalankan dengan baik sehingga timbul konflik, padahal normatifnya peraturan
tersebut harus dilaksanakan agar tercapai tujuan bersama.
Friday, 31 May 2013
KODE ETIK RIMBAWAN
Rimbawan adalah seseorang yang mempunyai pendidikan kehutanan dan atau pengalaman di bidang kehutanan dan terikat oleh norma-norma sebagai berikut:
Cangkuang - Sukabumi, 4 Nopember 1999
- Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman.
- Menghargai dan melindungi nilai-nilai kemajemukan sumberdaya hutan dan sosial budaya setempat.
- Bersikap obyektif dalam melaksanakan segenap aspek kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti.
- Menguasai, meningkatkan, mengembangkan, mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyarakatan yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan.
- Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelematan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada.
- Berprilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggung gugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya dalam mengemban profesinya.
- Bersikap tegar, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhinya baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
- Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (publik interest) saat ini dan generasi yang akan datang, di atas kepentingan-kepentingan lain.
- Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan.
Cangkuang - Sukabumi, 4 Nopember 1999
Sunday, 26 May 2013
Monday, 11 March 2013
KLIMATOLOGI
Klimatologi merupakan ilmu yang mencari gambaran dan
penjelasan sifat dan macam iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi
berbeda dan bagaimana kaitannya antara iklim dengan aktivitas manusia.
Dengan kata lain klimatologi adalah ilmu yang mempelajari
jenis iklim di muka bumi dan faktor penyebabnya.
Konsep dasar klimatologi, yaitu :
·
Atmosfer,
daratan dan perairan sebagai penunjang kehidupan di bumi dan ruang aktivitas
gerak.
·
Radiasi
surya sebagai sumber utamaenergi kehidupan
·
Bumi
berotasi terhadap matahari menyebabkan terjadinya siang dan malam dengan gejala
fisik atmosfer yang berbeda.
·
Revolusi
bumi menyebabkan perubahan kedudukan arah dari matahari membentuk pola bulan demi
bulan dalam periode siklus tahunan.
Cuaca dan Iklim merupakan susunan nilai unsur fisika atmosfer
yang terdiri dari :
-
Radiasi
matahari
-
Lama
penyinaran matahari
-
Suhu
udara
-
Kelembaban
udara
-
Kecepatan
dan arah angin
-
Penutupan
awan
-
Persipitasi
-
Evaporasi
evapotranspirasi
CUACA
Merupakan nilai sesaat dari atmosfer, serta perubahan dalam
jangka pendek (1-24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi.
Nilai tersebut dalam 24 jam membentuk pola siklus yang
disebut perubahan cuaca diurnal (perubahan cuaca yang normal). Nilai rata-ratanya
menghasilkan cuaca tanggal tersebut.
Harus melakukan pencatatan terus menerus pada jam-jam
tertentu secara rutin, sehingga menghasilkan suatu data yang dapat digunakan
untuk menentukan iklim.
IKLIM
Merupakan sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur
cuaca (hari-bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat.
Data iklim terbentuk dari data cuaca yang representatif tentang atmosfer
suatu tempat yang luas dan dalam jangka waktu sepanjang mungkin.Sunday, 10 March 2013
ILMU TANAH
Pendahuluan
Tanah dalam pertanian merupakan media tumbuhya tanaman darat.
Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan
sisa-sisa baha organisme (vegetasi dan hewan) yang hidup diatasnya atau
didalamnya. Selain itu, di dalam tanah juga terdapat udaradan air.
Tanah dalam defenisi ilmiah merupakan kumpulan dari benda
alam di permukaan bumi tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran
bahan mineral, bahkan bahan organik air dan udara dan merupakan media untuk
tumbuhnya tanaman.
Lahan (land) meliputi tanah beserta faktor fisik
lingkungannya seperti lereng, hidrologi, iklim, dsb.
Pedologi merupakan ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan
tanah besertafaktor-faktor pembentuknya, klasifikasi tanah, survei tanah dan
cara-cara pengamatan tanah di lapangan.
Edaphologi mempelajari tanah dalam hubungannya dengan
pertumbuhan tanaman, yaitu tanah sebagai alat produksi pertanian/kehutanan.
Bahan penyusun tanah, terdiri dari :
Tanah lapisan atas
-
Bahan
mineral : 45%
-
Bahan
organik : 5%
-
Udara :
20-30%
-
Air :
20-30%
Komposisi bahan
jumlahnya berbeda untuk setiap lapisan dan jenis tanah berbeda.
Bahan mineral
Sumber : pelapukan
batuan. Susunan mineral di tanah berbeda sesuai dengan susunan mineral dalam
batuan yang lapuk.
Jenis batuan :
a. Batuan Beku/Vulkanik (dari gunung
api) banyak mengandung unsur hara, berwarna hitam, lebih subur.
b.
Batuan
Endapan/Sedimen,diendapkan berjuta-juta tahun, rendah kadar unsur hara.
c. Batuan metamorfosa, batuan beku tau
metamorfosa yang karena suhu dan tekanan menjadi berubah bentuk, rendah kadar
unsur hara, banyak mengandung kalsium.
Bahan mineral menurut
ukurannya :
a.
Fragmen Batuan berukuran 2 mm, ukuran horizontalnya
lebh kecil dari sebuah pedon. Cth : kerikil, kerakal atau batu.
b.
Fraksi Tanah Halus berukuran <2 mm. Cth : Pasir,
debu, liat.
Mineral menurut proses
pembentukannya :
-
Mineral Primer, berasal langsung dari pelapukan
batuan. Fraksi dari pasir dan debu.
-
Mineral Sekunder, mineral bentukan baru yang
terbentuk selama proses pembentukan tanah. Fraksi dari liat.
Bahan Organik
Pengaruh BO terhadap
sifat tanah :
-
Sebagai
granulator, memperbaiki struktur tanah
-
Sumber
unsur hara N, P, S, unsur mikro
-
Menambah
kemampuan tanah menahan air
-
Menambah
kemampuan tanah menahan unsur hara
-
Sumber
energi bagi mikroorganisme
Pelapukan BO :
BO kasar dihancurkan
oleh mikroorganisme menjadi BO halus + humus (resisten)
Penyebaran BO :
Semakin ke lapisan
bawah, semakin sedikit BO. Oleh karena itu, top soil perlu dipertahankan.
Pada daerah rawa, BO tebal karena terjadi penumpukan BO yang lebih cepat
daripada proses pelapukan.Friday, 8 March 2013
Gajah Sumatera
Nama latin: Elephas maximus sumatrensis
Ciri-ciri Fisik
Gading gajah Sumatera jantan relatif lebih pendek jika dibandingkan sub-species gajah lainnya, sedangkan gajah betina memiliki gading yang sangat pendek dan tersembunyi di balik bibir atas. Ketahanan hidup gajah cenderung berbeda-beda. Gajah-gajah yang dipelihara dengan baik mampu bertahan hidup hingga 70 tahun, sedangkan di alam bebas dengan kondisi ancaman yang tinggi – usianya bisa lebih singkat. Tinggi gajah jantan Sumatra dewasa bisa mencapai antara 1,7 – 2,6 meter.
Gajah Sumatera adalah salah satu dari sub-spesies gajah Asia dan semua gajah Asia digolongkan sebagai satwa terancam punah (endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Gajah Sumatera menghadapi ancaman serius berupa aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, pembunuhan akibat konflik dan perburuan. Kelangsungan hidup populasi gajah ini dalam jangka panjang terancam oleh cepatnya konversi hutan menjadi perkebunan dan tanaman komersial. Saat ini populasi gajah Sumatera adalah antara 2,400 – 2,800 ekor.
Gajah Sumatera merupakan ‘spesies payung’ bagi habitatnya dan mewakili keragaman hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup. Artinya konservasi satwa besar ini akan membantu mempertahankan keragaman hayati dan integritas ekologi dalam ekosistemnya, sehingga akhirnya ikut menyelamatkan berbagai spesies kecil lainnya. Dalam satu hari, gajah mengonsumsi sekitar 150 kg makanan dan 180 liter air dan membutuhkan areal jelajah hingga 20 kilometer persegi per hari. Biji tanaman dalam kotoran mamalia besar ini akan tersebar ke seluruh areal hutan yang dilewatinya dan membantu proses regenerasi hutan alam.
Ancaman
Ancaman utama bagi gajah Sumatera adalah hilangnya habitat mereka akibat aktivitas penebangan hutan yang tidak berkelanjutan dan disusul akibat perburuan dan perdagangan liar. Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah dengan laju deforestasi hutan terparah di dunia dan populasi gajah berkurang lebih cepat dibandingkan jumlah hutannya. Penyusutan atau hilangnya habitat satwa besar ini telah memaksa mereka masuk ke kawasan berpenduduk sehingga memicu konflik manusia dan gajah, yang sering berakhir dengan kematian gajah dan manusia, kerusakan lahan kebun dan tanaman dan harta benda.
Dalam seperempat abad terakhir ini estimasi populasi gajah Sumatera di Propinsi Riau, yang telah lama menjadi benteng populasi gajah, menurun sebesar 84% hingga tersisa sekitar 210 ekor saja di tahun 2007. Jika kecenderungan ini terus berlanjut dan dua lansekap hutan luas yang masih tersisa, Tesso Nilo dan Bukit Tigapuluh, tidak dilindungi maka populasi gajah Riau tidak akan bertahan lebih lama lagi dan akan mengalami kepunahan lokal.
Pengembangan industri pulp dan kertas serta industri kelapa sawit adalah salah satu pemicu hilangnya habitat gajah di Sumatera. Pembangunan perkebunan sawit mendorong terjadinya konflik manusia-satwa yang semakin hari kian memuncak. Pohon-pohon sawit muda adalah makanan kesukaan gajah dan kerusakan yang ditimbulkan gajah ini dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan (umumnya dengan peracunan) dan penangkapan. Ratusan gajah mati atau hilang di seluruh Propinsi Riau sejak tahun 2000 sebagai akibat berbagai penangkapan satwa besar yang sering dianggap ‘hama’ ini.
Melindungi kawasan hutan yang tersisa merupakan hal yang sangat penting agar kelangsungan hidup populasi gajah Sumatera dapat terus berlanjut. Koridor-koridor satwa liar dalam kawasan hutan harus dipertahankan atau diciptakan kembali sehingga dapat menyediakan wilayah yang aman bagi gajah untuk memperoleh sumber-sumber makanan baru dan berkembang biak.
HARIMAU SUMATERA
Nama Latin: Panthera tigris sumatrae
Harimau Sumatera merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered). Jumlah populasinya di alam bebas hanya sekitar 400 ekor. Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga.
Harimau Sumatera menghadapi dua jenis ancaman untuk bertahan hidup: mereka kehilangan habitat karena tingginya laju deforestasi dan terancam oleh perdagangan illegal dimana bagian-bagian tubuhnya diperjualbelikan dengan harga tinggi di pasar gelap untuk obat-obatan tradisional, perhiasan, jimat dan dekorasi. Harimau Sumatera hanya dapat ditemukan di pulau Sumatera, Indonesia.
Harimau Sumatera memiliki tubuh yang relatif paling kecil dibandingkan semua sub-spesies harimau yang hidup saat ini.
Jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 cm dan panjang dari kepala hingga kaki mencapai 250 cm dan berat hingga 140 kg. Harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 cm dan berat hingga 91 kg.
Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.
Ancaman
Harimau Sumatera berada di ujung kepunahan karena hilangnya habitat secara tak terkendali, berkurangnya jumlah spesies mangsa, dan perburuan. Laporan tahun 2008 yang dikeluarkan oleh TRAFFIC – program kerja sama WWF dan lembaga Konservasi Dunia, IUCN, untuk monitoring perdagangan satwa liar – menemukan adanya pasar ilegal yang berkembang subur dan menjadi pasar domestik terbuka di Sumatera yang memperdagangkan bagian-bagian tubuh harimau. Dalam studi tersebut TRAFFIC mengungkapkan bahwa paling sedikit 50 harimau Sumatera telah diburu setiap tahunnya dalam kurun waktu 1998- 2002. Penindakan tegas untuk menghentikan perburuan dan perdagangan harimau harus segera dilakukan di Sumatera.
Populasi Harimau Sumatera yang hanya sekitar 400 ekor saat ini tersisa di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan. Sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Bersamaan dengan hilangnya hutan habitat mereka, harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia dan seringkali dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.
Provinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau Sumatera. Sayangnya, sekalipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus mengalami penurunan hingga 70 persen dalam seperempat abad terakhir. Di Provinsi Riau, saat ini diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau di Riau.
Orangutan Sumatera
Nama latin: Pongo abelii
Orangutan Sumatera adalah jenis orangutan yang paling terancam di antara dua spesies orangutan yang ada di Indonesia. Dibandingkan dengan 'saudaranya' di Borneo, orangutan Sumatera mempunyai perbedaan dalam hal fisik maupun perilaku. Spesies yang saat ini hanya bisa ditemukan di propinsi-propinsi bagian utara dan tengah Sumatera ini kehilangan habitat alaminya dengan cepat karena pembukaan utan uantu perkebunan dan pemukiman serta pembalakan liar.
Terdapat 13 kantong populasi orangutan di pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut kemungkinan hanya tiga kantong populasi yang memiliki sekitar 500 individu dan tujuh kantong populasi terdiri dari 250 lebih individu. Enam dari tujuh populasi tersebut diperkirakan akan kehilangan 10-15% habitat mereka akibat penebangan hutan sehingga populasi ini akan berkurang dengan cepat.
Menurut IUCN, selama 75 tahun terakhir populasi orangutan Sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80%. DAlam kurun waktu 1998 da 1999, laju kehilangan tersebut dilaporkan mencapai sektar 1000 orangutan per tahun dan terdapat di Ekosistem Leuser, salah satu luasan hutan terbesar di bagian utara Pulau Sumatera. Saat ini populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa sekitar 6.500-an ekor (Rencana Aksi dan Strategi Konservasi Orangutan, Dephut 2007) dan dala IUC Red List edisi tahun 2002, orangutan Sumatera dikategorikan Critically Endangered atau sudah sanat terancam kepunahan.
Ciri-ciri Fisik
Kebalikan dari orangutan Borneo, orangutan Sumatera mempunyai kantung pipi yang panjang pada orangutan jantan. Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai 1,5 meter. Beart orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram, sedangkan yang jantan sekitar 50-90 kilogram. Bulu-bulunya berwarna coklat kemerahan.
Jantan dewasa umumnya penyendiri sementara para betina sering dijumpai bersama anaknya di hutan. Rata-rata setiap kelompok terdirid ari 1-2 orangutan dan kedua jenis kelamin mempunyai daya jelajah sekitar 2-10 kilometer yang banyak bertumpang tindih tergantung pada ketersediaan buah di hutan. Setelah disapih pada umur 3,5 tahun, anak orangutn akan berasur-angsur independen dari induknya setelah kelahiran anak yang lebih kecil. Orangutan Sumatera betin mulai berproduksi pada usia 10-11 tahun, dengan rata-rata usia reproduksi sekitar 15 tahun.
Pola Makan
Sekitar 60% makanan orangutan adalah buah-buahan seperti durian, nangka, leci, mangga dan buah ara, sementara sisanya adalah pucuk daun muda, serangga, tanah, kulit pohon dan kadang-kadang telur serta vertebrata kecil. Mereka juga tidak hanya mendapatkan air dari buah-buahan tetapi juga dari lubang-lubang pohon. Orangutan Sumatera diketahui menggunakan potongan ranting untuk mengambil biji buah. Hal ini menunjukkan tingkat intelegensi yang tinggi pada orangutan Sumatera.
Ancaman
Ancaman terhadap populasi orangutan Sumatera mencakup hilangnya habitat hutan yang menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pembukaan jalan, legal dan illegal logging, kebakaran hutan dan perburuan.
Penurunan dan Hilangnya Habitat
Habitat orangutan di Sumatera menghilang dengan sangat cepat. Di Sumatera Utara, diperkirakan tutupan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar di tahun 1985 menjadi 1,6 juta hektar pada 2007. Sebaran orangutan di masa yang lalu diperkirakan hingga ke Sumatera Barat (Yeager, 1999), tetapi saat ini sebaran orangutan di habitat aslinya hanya terdapat di Aceh dan Sumatera Utara serta areal reintroduksi orangutan di perbatasan Jambi dan Riau.
Sebuah rencana untuk membangun jalan besar melalui Ekosistem Leusr di bagian utara Sumatera saat ini mengancam habitat orangutan. Jalan raya ini setidaknya akan memotong Ekosistem Leuser di sembilan tempat dan unit-unit habitat tambahan orangutan di bagian utara yang lebih jauh. Diperkirakanjika jalan raya tersebut dibuat melintasi kawasan hutan, penebangan liar pun akan semakin meluas sehingga meningkatkan ancaman terhadap habitat orangutan Sumatera.
Perburuan
Meskipun telah dilindungi oleh hukum di Indonesia sejak 1931, perdagangan liar orangutan untuk dijadikan hewan peliharaan merupakan salah satu ancaman terbesar bagi satwa langka ini. Saat ini di beberapa lokasi di sumatera utara dilaporkan telah terjadi konflik antara orangutan dan manusia akibat adanya embukaan hutan alam untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di habitat atau wilayah jelajah orangutan. Akibat fatal biasanya menimpa orangutan.
Program Konservasi Orangutan Sumatera
Latar Belakang
Orangutan sumatra (Pongo abelii) terancam keberadaan populasinya dengan jumlah yang tersisa pada saat ini hanya sekitar 6.600 ekor saja. Oleh karena itu, dengan populasinya semakin menurun, orangutan sumatra diadopsi oleh World Conservation Union (IUCN) ke dalam daftar merah spesies terancam yang mereka keluarkan di bawah kategori Spesies Sangat Terancam Punah (Critically Endangered). Penghancuran massal terhadap hutan hujan tropis yang merupakan habitat mereka menjadi salah satu alasan utama menurunnya jumlah orangutan di alam liar.
Manusia dan aktifitas mereka merupakan ancaman yang serius terhadap keberadaan orangutan sumatera, seperti halnya terhadap banyak spesies hewan lainnya di Indonesia. Habitat alami mereka, hutan hujan tropis terutama yang berada di dataran rendah, terus menyusut hingga batas membahayakan di bawah tekanan pertumbuhan penduduk, sebagai dampak perluasan area pertanian serta pemanfaatan hutan secara berlebihan dan melanggar peraturan. Kebakaran hutan disebabkan metode tebang dan bakar yang terus berlanjut menyebabkan kerusakan hutan yang tidak bisa diukur lagi.
Program Konservasi Orangutan Sumatra (PKOS), atau secara internasional dikenal sebagai Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP)merupakan program kolaborasi yang melibatkan PanEco Swiss,YEL, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dit. Jen PHKA) Kementerian Kehutanan dan Frankfurt Zoological Society (FZS). Program ini memiliki berbagai kegiatan yang melibatkan semua aspek tentang pelestarian orangutan sumatera, antara lain:
Penyelamatan, karantina dan pelepas liaran orangutan yang dipelihara secara illegal
Survei dan pemantauan populasi orangutan sumatera yang masih tersisa
Penelitian tentang pelestarian dan ekologi perilaku orangutan sumatera di alam liar
Pendidikan konservasi dan penyadaran
Tujuan
Upaya-upaya untuk meningkatkan kesempatan bagi orangutan untuk bertahan hidup merupakan tujuan umum di bawah payung PKOS, dengan fokus utama penyitaan, karantina, sosialisasi dan reintroduksi (pelepas liaran) terhadap orangutan sitaan yang sebelumnya dipelihara secara ilegal.
Sejak 1973, orangutan Sumatera yang sebelumnya dipelihara secara illegal sebagai hewan peliharaan, telah berhasil dilepaskan ke lingkungan Taman Nasional Gunung Leuser, di dekat perkebunan desa Bukit Lawang di Sumatera Utara. Meskipun begitu, pada pertengahan tahun ’90-an, peraturan dan regulasi nasional maupun internasional membuat pelepasan liaran orangutan ke beberapa wilayah yang telah dihuni oleh orangutan liar yang sehat telah membuat jumlah populasinya tidak dapat diterima (dikarenakan resiko penularan penyakit dan kelebihan populasi). Tindakan kemudian diambil oleh PanEco dengan melibatkan YEL dalam mendirikan sebuah pusat karantina orangutan di Batu Mbelin, Sibolangit, Sumatera Utara, sebagai pusat pemeriksaan medis bagi orangutan yang sebelumnya dijadikan hewan peliharaan secara ilegal dan, bersama-sama dengan Frankfurt Zoological Society, mendirikan sebuah Pusat Reintroduksi Orangutan di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi, dimana pada saat ini telah berhasil mereintroduksi orangutan sehat yang jumlahnya mencapai 100 ekor.
Selain daripada kegiatan reintroduksi, PKOS juga aktif dalam penelitian, survei dan monitoring terhadap populasi orangutan liar yang tersisa, bekerja untuk meningkatkan perlindungan terhadap sisa habitat orangutan yang tersisa di Sumatera dan meningkatkan pendidikan konservasi dan kesadaran diantara komunitas yang hidup berdampingan dengan habitat orangutan liar. Untuk tujuan tersebut, stasiun rehabilitasi lama yang terletak di tepi sungai Bohorok di kaki Taman Nasional Gunung Leuser direstrukturisasi kembali menjadi pusat pengkajian dan pengamatan orangutan.
Di awal tahun 2011, PKOS bekerja sama dengan Dit.Jen PHKA Kementerian Kehutanan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh meresmikan pusat pelepas liaran orangutan yang berada di dalam kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho atas izin Kementerian Kehutanan dan hingga saat ini telah melepas liarkan sebanyak 14 orangutan yang berasal dari Aceh dan sebelumnya dirawat di pusat karantina Batu Mbelin.
Orangutan Sumatra Terancam Punah
Populasi satwa Orangutan Sumatra (Pongo abelii) terancam punah, akibat perburuan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab maupun akibat semakin menyusutnya hutan yang menjadi habitat hewan yang dilindungi tersebut.
Populasi orangutan mengalami penurunan yang sangat drastis dalam kurun waktu 20 tahun terakhir akibat deforestasi. Kondisi ini menyebabkan Orangutan Sumatra masuk kategori satwa sangat terancam punah di dunia.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh lembaga Indonesia dan lembaga internasional pada periode tahun 2006-2008 telah menyimpulkan hanya beberapa blok hutan alami sebagai habitat satwa itu hanya ada di dua provinsi yakni hutan yang berada di Propinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Salah satu kawasan hutan yang di identifikasi sebagai habitat alami adalah Kawasan Ekosistem Batangtoru atau Hutan Tapanuli, di mana estimasi kawasan ini seluas lebih kurang 140,000 Hektar dan salah satu kabupaten yang memiliki satwa ini adalah Kabupaten Tapanuli Selatan.
Beberapa kantung hutan alami yang terdapat di Tapanuli Selatan seperti hutan batangtoru, hutan Cagar Alam Dolok Sibual buali, Cagar Alam Dolok Sipirok, Suaka Alam Lubuk Raya serta beberapa wilayah hutan lindung hutan produksi yang memegang peranan penting dalam upaya penyediaan habitat alami.
Agar keberadaan orangutan tersebut tidak semakin habis, peran serta pemerintah daerah sangat penting, terutama dalam mengantisipasi perburuan maupun penebangan hutan uang dilakukan masyarakat.
KEHUTANAN
Hutan tropis Indonesia adalah rumah dan persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati dunia yang unik. Keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12 persen species mamalia dunia, 7,3 persen species reptil dan amfibi, serta 17 persen species burung dari seluruh dunia. Diyakini masih banyak lagi spesies yang belum teridentifikasi dan masih menjadi misteri tersembunyi di dalamnya. Sebuah contoh nyata misalnya, data WWF menunjukkan antara tahun 1994-2007 saja ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan Pulau Kalimantan.
Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berdasarkan data FAO tahun 2010 hutan dunia – termasuk di dalamnya hutan Indonesia – secara total menyimpan 289 gigaton karbon dan memegang peranan penting menjaga kestabilan iklim dunia.
Sayangnya kerusakan hutan di tanah air cukup memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.
Kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari baik untuk pengembangan pemukiman, industri, maupun akibat perambahan. Kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan disekitarnya. Contoh nyata yang frekuensinya semakin sering terjadi adalah konflik ruang antara satwa liar dan manusia. Rusaknya hutan habitat satwa liar menyebabkan mereka bersaing dengan manusia untuk mendapatkan ruang mencari makan dan hidup, yang sering kali berakhir dengan kerugian bagi kedua pihak. Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi seluruh makhluk hidup.
Monday, 4 March 2013
PEMUPUKAN
Pemupukan merupakan suatu
pengaplikasian bahan atau unsur-unsur kimia organik.
Pertumbuhan merupakan pertambahan
biomassa dan dapat diukur.
Perkembangan terdapat beberapa
fase; genertaif dan vegetatif.
Pemupukan bertujuan untuk
memberikan kebutuhan tanaman.
5 (lima) tepat pertumbuhan :
1. Tepat Jenis;
jenis pupuk disesuaikan dengan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
N untuk
pertumbuhan vegetatif.
2. Tepat Dosis;
pemberian pupuk harus tepat takarannya, disesuaikan dengan jumlah unsur hara
yang dibutuhkan tanaman pada setiap fase pertumbuhan tanaman.
Kelebihan
atau kekurangan akan mengakibatkan suatu masalah.
3. Tepat Waktu;
harus sesuai dengan masa kebutuhan hara pada setiap fase/umur tanaman, dan
kondisi iklim/cuaca.
Misalnya:
-
Pemupukan yang baik jika dilakukan di awal musim
penghujan atau akhir musim kemarau.
-
Pengaplikasian sebaiknya dilakukan pada pagi hari
sebelum jam 11 siang.
4. Tepat Cara;
cara pengaplikasian pupuk disesuaikan dengan bentuk fisik pupuk, pola tanam,
kondisi lahan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
-
Butiran : sebarkan, dalam waktu singkat akan hilang. Fase
berikutnya akan kehilangan unsur hara.
-
Tablet/Kapsul : dibenamkan di tanah, karena tumbuhan
butuh suplai secara terus-menerus.
-
Lahan yang kasar berkaitan dengan porositas air. Air cepat
turun, membawa pupuk.
5. Tepat Sasaran;
tepat pada sasaran yang ingin dipupuk.
-
Jika yang ingin dipupuk adalah tanaman, maka pemberian pupuk harus
berada dalam radius perakaran tanaman, dan sebelum dilakukan pemupukan maka
areal pertanaman harus bersih dari gulma-gulma pengganggu. Jika tidak, maka
akan ada persaingan.
-
Jika untuk tanah, maka aplikasinya dilakukan pada saat
pengelolaan tanah, dan berdasarkan pada hasil analisa kondisi fisik dan kimia
tanah.
Mengapa perlu melakukan pemupukan ?
Produktivitas tanah semakin lama akan menurun, sebagai akibat dari
faktor-faktor :
1. Usaha budidaya
pertanian
2. Pengikisan top
soil; erosi, hujan, run-off
3. Pencemaran lingkungan;
limbah, daerah bekas tambang
4. Bencana alam
5. Pengaruh iklim;
tanah kasar, curah hujan tinggi
Faktor produksi dalam usaha tani :
1. Faktor genetis
tanaman; varietas, daya hasil
2. Faktor lingkungan;
cuaca, sistem pengairan, perkembangan
HPT
Faktor tanah; sifat
fisik, kimia dan biologi tanah
Subscribe to:
Posts (Atom)