Friday 8 March 2013

Orangutan Sumatera

Nama latin: Pongo abelii
Orangutan Sumatera adalah jenis orangutan yang paling terancam di antara dua spesies orangutan yang ada di Indonesia. Dibandingkan dengan 'saudaranya' di Borneo, orangutan Sumatera mempunyai perbedaan dalam hal fisik maupun perilaku. Spesies yang saat ini hanya bisa ditemukan di propinsi-propinsi bagian utara dan tengah Sumatera ini kehilangan habitat alaminya dengan cepat karena pembukaan utan uantu perkebunan dan pemukiman serta pembalakan liar.

Terdapat 13 kantong populasi orangutan di pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut kemungkinan hanya tiga kantong populasi yang memiliki sekitar 500 individu dan tujuh kantong populasi terdiri dari 250 lebih individu. Enam dari tujuh populasi tersebut diperkirakan akan kehilangan 10-15% habitat mereka akibat penebangan hutan sehingga populasi ini akan berkurang dengan cepat.

Menurut IUCN, selama 75 tahun terakhir populasi orangutan Sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80%. DAlam kurun waktu 1998 da 1999, laju kehilangan tersebut dilaporkan mencapai sektar 1000 orangutan per tahun dan terdapat di Ekosistem Leuser, salah satu luasan hutan terbesar di bagian utara Pulau Sumatera. Saat ini populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa sekitar 6.500-an ekor (Rencana Aksi dan Strategi Konservasi Orangutan, Dephut 2007) dan dala IUC Red List edisi tahun 2002, orangutan Sumatera dikategorikan Critically Endangered atau sudah sanat terancam kepunahan.

Ciri-ciri Fisik
Kebalikan dari orangutan Borneo, orangutan Sumatera mempunyai kantung pipi yang panjang pada orangutan jantan. Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai 1,5 meter. Beart orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram, sedangkan yang jantan sekitar 50-90 kilogram. Bulu-bulunya berwarna coklat kemerahan.

Jantan dewasa umumnya penyendiri sementara para betina sering dijumpai bersama anaknya di hutan. Rata-rata setiap kelompok terdirid ari 1-2 orangutan dan kedua jenis kelamin mempunyai daya jelajah sekitar 2-10 kilometer yang banyak bertumpang tindih tergantung pada ketersediaan buah di hutan. Setelah disapih pada umur 3,5 tahun, anak orangutn akan berasur-angsur independen dari induknya setelah kelahiran anak yang lebih kecil. Orangutan Sumatera betin mulai berproduksi pada usia 10-11 tahun, dengan rata-rata usia reproduksi sekitar 15 tahun.

Pola Makan
Sekitar 60% makanan orangutan adalah buah-buahan seperti durian, nangka, leci, mangga dan buah ara, sementara sisanya adalah pucuk daun muda, serangga, tanah, kulit pohon dan kadang-kadang telur serta vertebrata kecil. Mereka juga tidak hanya mendapatkan air dari buah-buahan tetapi juga dari lubang-lubang pohon. Orangutan Sumatera diketahui menggunakan potongan ranting untuk mengambil biji buah. Hal ini menunjukkan tingkat intelegensi yang tinggi pada orangutan Sumatera.

Ancaman
Ancaman terhadap populasi orangutan Sumatera mencakup hilangnya habitat hutan yang menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pembukaan jalan, legal dan illegal logging, kebakaran hutan dan perburuan.

Penurunan dan Hilangnya Habitat
Habitat orangutan di Sumatera menghilang dengan sangat cepat. Di Sumatera Utara, diperkirakan tutupan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar di tahun 1985 menjadi 1,6 juta hektar pada 2007. Sebaran orangutan di masa yang lalu diperkirakan hingga ke Sumatera Barat (Yeager, 1999), tetapi saat ini sebaran orangutan di habitat aslinya hanya terdapat di Aceh dan Sumatera Utara serta areal reintroduksi orangutan di perbatasan Jambi dan Riau.

Sebuah rencana untuk membangun jalan besar melalui Ekosistem Leusr di bagian utara Sumatera saat ini mengancam habitat orangutan. Jalan raya ini setidaknya akan memotong Ekosistem Leuser di sembilan tempat dan unit-unit habitat tambahan orangutan di bagian utara yang lebih jauh. Diperkirakanjika jalan raya tersebut dibuat melintasi kawasan hutan, penebangan liar pun akan semakin meluas sehingga meningkatkan ancaman terhadap habitat orangutan Sumatera.

Perburuan
Meskipun telah dilindungi oleh hukum di Indonesia sejak 1931, perdagangan liar orangutan untuk dijadikan hewan peliharaan merupakan salah satu ancaman terbesar bagi satwa langka ini. Saat ini di beberapa lokasi di sumatera utara dilaporkan telah terjadi konflik antara orangutan dan manusia akibat adanya embukaan hutan alam untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di habitat atau wilayah jelajah orangutan. Akibat fatal biasanya menimpa orangutan.

No comments:

Post a Comment